The Miracle of North Maluku Sea


Bertualang di laut, itu yang terbersit dikepalaku saat ajakan memancing di laut itu datang. " Nggak usah bilang-bilang Mas Abi dulu ya Bun, soalnya belum tentu perahunya bisa dipakai sabtu besok. "
" Oke." jawabku riang. Kalau saja tidak malu dengan usia yang sudah dipenghujung kepala tiga mau rasanya bersorak dan melompat.

Pikiranku pun melayang jauh ke masa lalu, saat sangat senang berada di di balik jendela besar memperhatikan ikan-ikan berlarian di kolam ketika tali pancing dilemparkan. Terbayang akan ada sensasi strike yang menegangkan, dan kali ini bukan lagi dari balik jendela. Tapi di tengah laut lepas, tepat di bawah langit biru. Tanpa frame, tanpa batas.

Sabtu pagi, hari yang dinantikan tiba. Semua bersemangat berangkat selepas shalat Shubuh, dengan perbekalan seadanya. Kami hanya berencana berada di laut sampai siang saja. Karena ini yang pertama kali buat aku dan Mas Abi, khawatir kami bosan. Tapi ternyata sampai di pantai perahu yang akan kami gunakan belum pulang dari melaut malam. Jadi pagi itu kami sempatkan ke mesjid untuk beristirahat sejenak dan shalat Dhuha. Saat kembali ke titik pertemuan perahu belum juga sampai, sempat terpikir untuk kembali lagi saja besok, walaupun akhirnya kami memutuskan menunggu sampai jam sembilan pagi. Dan alhamdulillah, tidak sampai menunggu lama perahu datang.

Ditemani dua orang teman yang memang sudah berpengalaman menjalankan perahu mesin, kami berangkat ke Laut di tepian Pulau Maitara. Deru mesin perahu menembus ombak, sesekali perahu satu mesin ini di terpa arus yang agak kuat. Senang rasanya melihat dua teman kami bekerjasama mengemudikan perahu. Sampai akhirnya mesin berhenti dan jangkarpun diturunkan perlahan. Air laut yang bening membuat kami bisa melihat terumbu karang meliuk menari di selingi ikan-ikan berenang berkejaran.

Beberapa saat aku masih saja terpana dengan pemandangan eksotis bawah laut dan tentu saja latar Pulau Maitara yang hijau menambah cantik pemandangan. Bahkan telinga ini hanya mendengar suara deburan ombak dan desiran angin yang membuat kami semakin menyatu dengan alam. Kualihkan pandanganku ke dalam perahu, ikan untuk umpan mulai di fillet. Kuperhatikan hasil filletnya sangat halus, tidak berantakan seperti kalau aku memfillet ikan saat memasak . Dan ketika aku amati lagi ternyata selama ini aku sering salah mengarahkan pisau saat memfillet, akibat sering gagal fokus saat praktikum dulu, Hmm, ternyata segala sesuatu itu ada ilmunya. Hari ini aku belajar lagi bagaimana memfillet ikan pada ahlinya, anak pulau.














Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sky World Taman Among Putro @ TMII

Mie Goreng Sambal Matah Kasih Sayang